Pagi itu di salah satu kota ‘terpanas’ di Indonesia, saya duduk di mobil, parkir di depan sebuah klinik, menunggu saudara yang check up.
Hampir mengantuk karena lama menunggu, sebuah pemandangan mengejutkan saya.
Tampak sebuah sepeda motor butut mendekat, Honda Win 100, dengan dua orang berboncengan.
Belum langsung kaget. Ketika dekat, baru kena kagetnya. Ternyata sepasang cowok-cewek itu bule! Mungkin orang Jerman (sok tahunya saya).
Dari penampilannya, mereka keren abis! Ransel, jaket, kaos, celana dan aksesoris, semua North Face original; sepatu hiking yang kokoh mengalas kaki; apalagi kacamata-nya, ngga nahan booo … Oakley gitu lohh!
Menurut teman, mereka peneliti; keponakan saya bilang mereka turis yang banyak duit, menurut kakak saya, mungkin mereka misionaris.
Hmm … bagi saya mereka aneh.
Kenapa?
Pertama, ya ampyuuun … ngapain juga si bule yang ganteng dan cantik itu naik Honda Win 100?
Tidak keren bos! Khan ada Honda Tiger, Suzuki FU, atau Yamaha Vixion!
Win 100 itu khan motor dinasnya pegawai kantor kecamatan di daerah terpencil. Bukan motor gaul!
Kedua, astaga … motor itu bisa malu dengan baju yang ente pake bos! Jaket ditambah kaca mata saja, harganya sudah lebih mahal dari harga motor tua itu. Apalagi ditambah sepatu … wah, mending ganti motor deh …
Ketiga, keempat, kelima, hmm … bisa panjang daftar anehnya.
Supaya tidak terlalu panjang, saya tutup perjalanan pikiran saya dengan keanehan penutup: mereka tahu bergaya ngga sih? Yang asik dong …
Eh, ternyata walaupun sudah ditutup, perjalanan pikiran saya belum diizinkan berakhir. Karena keanehan mereka bertambah lagi.
Saat masuk ke dalam klinik, si cowok mengeluarkan sebuah benda dari ranselnya. Mirip termos kecil.
Kalau yang seperti itu sih, saya sudah pernah lihat di TV. Biasanya untuk diisi contoh darah pasien, contoh tumbuhan/hewan, contoh lapisan tanah, dll.
Karena mereka singgah di klinik, kemungkinan besar itu adalah contoh darah pasien untuk diperiksa di laboratorium.
Kesadaran baru ini membuat saya melirik kembali Win 100 yang sempat terhina tadi:
berdebu tebal, sisa-sisa percikan lumpur mengotori bodi motor, bahkan bagian bawah motor tertutupi tanah.
Rupanya mereka benar-benar dari pedalaman! Karena di propinsi ini banyak daerah pegunungan yang masih sulit dijangkau oleh sarana kesehatan yang memadai.
Pikiran saya berubah: dia Win 100 yang gagah! Bukankah Win 100 terbukti motor paling hebat di daerah pegunungan dan pedalaman?
Dia mengalahkan Tiger dan Vixion, apalagi FU. Memang kurang bergaya, tetapi sangat berguna dan berperan penting. Dia hebat.
Saya lalu melihat diri.
Saya teringat pernah bertemu cowok keren ber-jaket North Face di mall.
Saya tertunduk malu karena punya kacamata Oakley yang tidak pernah dipakai selain untuk menyetir mobil.
Lalu tersenyum kecut karena ingat waktu remaja pernah merengek dibelikan sepatu sport mahal yang malah dipakai untuk ke gereja!
Pasangan ini berbeda. Mereka memakai semua faslitas dengan tepat: bukan untuk gaya atau ikut-ikutan mode, namun karena kebutuhan.
Sedih memperhatikan kecenderungan zaman ini:
ketika semua nilai ditentukan dari gaya dan mode;
ketika semua yang keren dan gaul sangat dipuja dan dikejar,
sementara yang biasa-biasa saja sering diremehkan.
Terus-terang tadinya saya anggap mereka bule kampungan. Tetapi ternyata pola pikir saya-lah yang agak katro seperti Tukul Arwana.
Seorang manusia dikatakan maju jika berwawasan luas, modern, praktis, ekonomis, dan terdidik dengan baik.
Bagaimana awalnya? Tentu diawali dengan kesadaran untuk tahu menempatkan diri dengan tepat.
Apa artinya hidup semarak tapi tidak berguna? Apa artinya hebat tanpa dinikmati orang? Apa artinya potensi tanpa perkembangan?
Bagaikan Win 100 di pedalaman, Ferrari di trek balap, dan MX di medan Indonesia, jadilah berguna di manapun anda berada!
Saya untuk Kauditan, Arthur untuk Tangerang, Pak Robby untuk Palu, Eunike untuk Jogja,
Seperti si bule dan Win 100nya, untuk kesehatan masyarakat pedalaman.
:) God bless!
(heath)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar